Dwina.net - Pada pelajaran Bahasa Indonesia, materi mengenai ejaan mungkin telah sering dibahas. Namun apakah sejarah ejaan Bahasa Indonesia juga dibahas? Barangkali tidak banyak yang mengetahui bahwa sebelum sampai pada ejaan yang disempurnakan atau EYD, ejaan Bahasa Indonesia sempat melewati proses perjalanan yang panjang.
Jika anda lahir pada zaman itu. Barangkali mendengar kalimat seperti Goenting (gunting), Tjap (cap), tempoe (tempo) atau doeloe (dulu) sudah tidak merasa asing. Namun bagi anda yang baru terlahir setelah masa itu usai. Mungkin anda akan merasa tabu mendengar kalimat-kalimat tersebut. Oleh karena itulah, bagi anda yang penasaran mengenai sejarah tersebut. Berikut ini, pembahasan lebih lanjut mengenai sejarah ejaan Bahasa Indonesia.
Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia Sejak Kerajaan Sriwijaya
Ejaan Bahasa Indonesia merupakan pelajaran atau peraturan dalam hal tulis menulis. Lebih jelasnya ejaan Bahasa Indonesia yaitu peraturan yang membasan bagaimana mensimbolkan bunyi yang diucapkan dalam bentuk lambang bunyi, menentukan pemisahan serta penggabungan bahasa tersebut.
Dalam sejarahnya, ejaan Bahasa Indonesia telah ada dan digunakan sejak berdirinya kerajaan Sriwijaya. Terbukti tulisan yang dipakai pada prasasti peninggalan sejarah yang ditemukan dari masa itu. Telah memakai huruf Pallawa yang telah dipengaruhi Bahasa Sansekerta dengan menggunakan bahasa melayu kuno.
Pada masa itu, Bahasa Melayu kuno begitu cepat berkembang. Hal tersebut disebabkan karena para pedagang asing dan lokal yang datang menggunakan Bahasa Melayu saat bertransaksi. Namun seiring berjalannya waktu, Bahasa Melayu mulai mengalami perubahan dalam pengejaannya. Salah satu faktor yang membuat itu terjadi yaitu masuknya budaya asing yang dibawa oleh pedagang luar.
Dari perkembangan itulah, tulisan huruf Arab-Melayu mulai terlahir. Dan secara resmi mulai digunakan untuk panduan ejaan dan penulisan. Sampai ketika tokoh Belanda bernama Pigafetta, Casper Wiltens, de Houtman, Joannes Roman dan Sebastianus Dancert datang. Dan menulis Bahasa Melayu menggunakan huruf latin.
Kelanjutan Proses Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia
Pada abad ke 20, masyarakat Indonesia mulai serius memperhatikan mengenai ejaan Bahasa Indonesia. Disepanjang perjalanan tersebut, berbagai sejarah ejaan Bahasa Indonesia banyak terlahir, yaitu:
1. Ejaan Ophuijen (1901)
Tepatnya pada tahun 1901, seorang ahli dari belanda yaitu Charles Van Ophuijsen berhasil mengumpulkan serta merevisi ejaan dari ejaan pada abad ke-7. Hasil pemikiran inilah yang kemudian dikenal dengan nama ejaan Van Ophuijsen. Yang selanjutnya berhasil ditulis dalam buku berjudul Kitab Loegat Melayou.
2. Ejaan Soewandi (1938 Masehi)
Sebagai usaha untuk penyempurnaan ejaan Van Ophuijsen, 37 tahun kemudian di Solo, kongres Bahasa Indonesia diselenggarakan. Dalam kongres tersebut, penyempurnaan ejaan berhasil melahirkan ejaan baru yang diberi nama ejaan Soewandi atau ejaan republik.
Dan berdasarkan putusan menteri Pengadjaran Pendidikan pada tanggal 15 april 1947, ejaan Soewandi diresmikan dan mulai berlaku pada saat itu.
3. Ejaan Pembaharuan
Dalam kongres Bahasa Indonesia II di medan, Ejaan kembali mengalami revisi di tahun 1954. Melalui kongres ini, Mr. Muh Yamin yang saat itu menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memutuskan membuat ejaan baru yang disebut dengan Ejaan Pembaharuan. Berikut keputusan-keputusan yang dihasilkan:
- Sebisa mungkin satu fonem digambarkan dengan satu huruf.
- Hendaknya, penetapan ejaan dilakukan oleh satu badan yang kompeten.
- Hendaknya ejaan praktis namun tetap ilmiah.
4. Ejaan Melindo
Kelahiran ejaan pembaharuan pada tahun 1954 ternyata belum dianggap sempurna. Oleh sebab itu, pada tahun 1956 kongres kembali diadakan di Singapura. Dalam kongres tersebut, konsep ejaan pembaharuan kembali direvisi menjadi ejaan Bahasa Indonesia. Dari sinilah, konsep ejaan Melindo atau ejaan Melayu Indonesia terlahir.
5. Ejaan yang Disempurnakan atau EYD
Penggunaan ejaan melindo ternyata memunculkan perselisihan dengan Malaysia. Karena itulah, pada tahun 1972 Mashuri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia mengadakan pertemuan dengan Menteri Pelajaran Malaysia, Tun Hussein Onn.
Atas pertemuan tersebut, akhirnya perundingan menghasilkan beberapa kesepakatan yang mengandung beberapa poin. Poin-poin tersebut antara lain:
- Berlaku sistem ejaan latin bagi Bangsa Malaysia dan Indonesia, berdasarkan keputusan presiden nomor 57 tahun 1972.
- Keputusan presiden nomor 57 tahun 1972 melahirkan Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan atau EYD yang merupakan revisi dari ejaan Suwandi.
- Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku berjudul “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).
- Pada tanggal 27 agustus 1975 nomor 0196/U/1975 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) dan “Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.
Sejarah Perkembangan EYD dalam Berbahasa Indonesia
Dalam perkembangannya, EYD sempat mengalami 2 kali revisi, yaitu pada tahun 1987 dan tahun 2009. Revisi pertama dilakukan melalui keputusan yang dikeluarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0543a/U/1987 tentang penyempurnaan ”Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.
Sedangkan revisi kedua, disampaikan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 46 tahun 2009 mengenai “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.