Dwina.net - Awalnya, anak-anak kita adalah anak yang akan selalu mendengarkan kata-kata orang tuanya. Mengapa? Karena mereka sepenuhnya percaya pada orang tuanya. Namun, ketika anak beranjak besar, dia sudah mulai tidak menuruti perkataan atau permintaan kita lagi? Apa yang telah berlaku? Apakah anak sudah tidak percaya lagi dengan kita atau prilaku kita sendiri yang menyebabkan anak sering merasa dibohongi. Prilaku berbohong untuk mengalihkan perhatian anak, pantaskah?
Ada beberapa kasus yang mungkin akan mewakili banyak kasus dalam pola asuh masyarakat kita.
Kasus pertama : Setiap pagi sebelum berangkat kerja, ada seorang ayah yang selalu mengajak anaknya berkeliling komplek. Satu kali keliling bisa memakan waktu 5 - 10 menit. Rutinitas pagi ini yang selalu disuguhkan oleh si kecil sejak ia mengenal ada dua orang yang dia panggil Ayah dan Ibu.
Sang ibu juga menunggu momen keliling komplek ini agar ia punya waktu untuk bersiap-siap menyediakan keperluan suami atau untuk sedakar mandi pagi. Jadi kegiatan keliling komplek tidak hanya menyenangkan untuk sang anak tapi juga ibunya.
Suatu hari, sang ayah terlambat bangun. Karena terburu-buru, ia tidak sempat mengajak anaknya untuk melakukan kegiatan pagi, yaitu, keliling komplek dengan sepeda motornya. Apa yang terjadi? Anak menangis dan sulit untuk didiamkan.
Pagi yang tenang menjadi kecoh karena tangisan anak yang kekeuh ingin diajak keliling dulu oleh sang ayah. Jalan pintas diambil. Ayah bilang "Ayah pergi sebentar aja, Nak. Mau ke depan itu beli jajan. Nanti balik lagi. Adek tunggu di rumah ya."
Si anak diam, karena merasa ayahnya akan pergi sebentar. Eh, ternyata ayahnya balik malam. Apa yang terjadi?
Mungkin sang anak sudah diam. Karena tidak mungkin dia akan menangis sepanjang hari. Keadaan yang tenang ini, dianggap orang tuanya sebagai senjata yang ampuh. Maka, kalimat itulah yang menjadi senjata setiap kali sang ayah ingin cepat-cepat berangkat kerja.
Well, sejauh ini apakah ada yang keliru? Prilaku berbohong untuk mengalihkan perhatian anak, pantaskah?
Baca juga : Better, Jajanan Kesukaan Anak
Kasus ke dua: Kebalikan dari keliling komplek pagi hari menjadi sore hari sepulang ayah kerja. Ada seorang ayah yang bila pulang kerja selalu mengajak anaknya keliling komplek. Rutinitas ini sudah menjadi kebiasaan setiap hari sehingga selalu dinanti-nanti oleh sang anak.
Suatu sore, sang ayah terlambat pulang. Beliau lembur hingga pukul 10 malam. Ketika sampai di rumah. Ternyata anak belum tidur. Dia merasa ada yang kurang dalam harinya. Jadi, ketika ayah pulang adalah menjadi moment tepat untuk dia mengamuk. Anak tantrum.
Orang tua menjadi kalang-kabut, dan berusaha mendiamkan sang anak. Sebagai jalan pintas, sang ayah bilang "Besok ayah pulang cepat, kita pergi jalan-jalan ya. Sekarang tidur dulu." Ketika bicara demikian, padahal, sang ayah sudah tahu bahwa esok dia akan lembur lagi sebab pekerjaan hari ini belum siap dan harus dilanjutkan esok hari.
Kasus ke tiga: Contoh lainnya ketika sedang menyuapi makan anak, kita sering berkata "Cepat makan, kalau makannya susah, nanti Ayah/Ibu nggak mau ngajak kamu jalan-jalan loh." Padahal secara logika antara jalan-jalan dan cara makan anak yang lambat tidak ada hubungan sama sekali.
Dari beberapa contoh di atas, jika kita berbohong ringan atau sering kita istilahkan "bohong kecil" Namun, ternyata berdampak besar. Anak tidak percaya lagi dengan kita sebagai orang tua. Anak tidak dapat membedakan pernyataan kita yang bisa dipercaya atau tidak.
Akibat lebih lanjut, anak menganggap semua yang diucapkan oleh orang tuanya adalah bohong! Dan sejak saat itu ia menetapkan bahwa pernyataan orang tuanya itu selalu bohong, anak mulai tidak menuruti segala perkataan kita.
Baca Juga : Mendidik Anak Untuk Mengakui Kesalahan
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Prilaku berbohong untuk mengalihkan perhatian anak, pantaskah? Jelas tidak! Berkatalah dengan jujur kepada anak. Ungkapkan dengan penuh kasih dan pengertian:
"Sayang, Ayah mau pergi kerja dulu ya. Sudah terlambat. Kamu ngga boleh ikut dan kita ngga bisa jalan-jalan hari ini. Nanti hari minggu Ayah libur, kita bisa jalan-jalan, okay"
Kita tak perlu merasa khawatir dan menjadi terburu-buru dengan keadaan ini. Pastinya akan ada penolakanan dan membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian pada anak karena biasanya mereka akan menangis.
Fahamilah bahwa anak menangis sebab ia belum memahami kenapa orang tuanya harus pergi terburu-buru setiap pagi. Kita perlu bersabar dan beri pengertian secara terus menerus. Pelan-pelan anak akan memahami situasi ini dan tidak menjadi kebiasaanya untuk selalu keliling komplek.
Sebagai gantinya, tepati janji. Ketika hari libur, ajak anak untuk keliling komplek. Meskipun dia belum faham nama-nama hari. Tapi dia faham, ada hari dimana ayahnya tidak pergi bekerja dan boleh mengajaknya berkeliling komplek. Ikatan antara orang tua dan anak akan tetap terjaga tanpa ada kebohongan di dalamnya. Semoga bermafaat.