Ketika membangun gedung, jalan-jalan dan landasan pesawat terbang selalu dijumpai dengan kondisi tanah yang menyulitkan pembangunan. salah satu permasalahanny mengenai kelunakannya. Untuk menangani hal ini dibutuhkan suatu metode khusus. Sebab tanpa metode khusus, niscaya pembangunan tidak dapat dilakukan.
Berawal dari melihat nyiur yang melambai dan meliuk seperti ingin rebah ke tanah tapi dapat berdiri kokoh di pinggir pantai membuat Ir. Sedijatmo mampu memecahkan masalah ini dengan teknik penemuannya yang bernama Fondasi Cakar Ayam. Wujudnya berupa suatu lempengan beton bertulang (tebal antara 10 dan 15 cm) yang “mengapung” di atas tanah lembek. Agar lempengan beton tidak menukik dan tetap kaku bila diberi beban, dibawahnya “bergantungan” sejumlah pipa beton bertulang (berdiameter 50 cm dan masing-masing berjarak 1-1,5 meter) yang secara monolitik menyatu dengan lempengan beton tadi. Rangkaian pipa ini memanfaatkan tekanan pasif tanah lembek, terutama yang lateral (menyamping hingga tetap vertikal).
Fondasi cakar ayam temuan Ir. Sedijatmo ini pertama kali diterapkan pada proyek pembangunan tower listrik tegangan tinggi yang dipimpinnya kala itu. Kemudian disusul dengan pembangunan Bandara Juanda Surabaya, Bandara Polonia Medan dan yang paling monumental adalah Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng. Dari 1.800 hektar (18 km persegi)pengerasan lahan disana, 120 hektar diantaranya memanfaatkan teknologi cakar ayam.
Kemudian fondasi cakar ayam ini mendapatkan paten dari pelbagai negara yaitu: Indonesia, Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Italia, Belgia, Belanda, Denmark dan Jerman. Namanya juga diabadikan sebagai nama jalan tol di Bandara Soekarno-Hatta hingga kini.
Berawal dari melihat nyiur yang melambai dan meliuk seperti ingin rebah ke tanah tapi dapat berdiri kokoh di pinggir pantai membuat Ir. Sedijatmo mampu memecahkan masalah ini dengan teknik penemuannya yang bernama Fondasi Cakar Ayam. Wujudnya berupa suatu lempengan beton bertulang (tebal antara 10 dan 15 cm) yang “mengapung” di atas tanah lembek. Agar lempengan beton tidak menukik dan tetap kaku bila diberi beban, dibawahnya “bergantungan” sejumlah pipa beton bertulang (berdiameter 50 cm dan masing-masing berjarak 1-1,5 meter) yang secara monolitik menyatu dengan lempengan beton tadi. Rangkaian pipa ini memanfaatkan tekanan pasif tanah lembek, terutama yang lateral (menyamping hingga tetap vertikal).
Fondasi cakar ayam temuan Ir. Sedijatmo ini pertama kali diterapkan pada proyek pembangunan tower listrik tegangan tinggi yang dipimpinnya kala itu. Kemudian disusul dengan pembangunan Bandara Juanda Surabaya, Bandara Polonia Medan dan yang paling monumental adalah Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng. Dari 1.800 hektar (18 km persegi)pengerasan lahan disana, 120 hektar diantaranya memanfaatkan teknologi cakar ayam.
Kemudian fondasi cakar ayam ini mendapatkan paten dari pelbagai negara yaitu: Indonesia, Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Italia, Belgia, Belanda, Denmark dan Jerman. Namanya juga diabadikan sebagai nama jalan tol di Bandara Soekarno-Hatta hingga kini.
Tag :
artikel