Harga BBM yang terus melonjak membuat para pengguna merasa cemas dan menyalahkan pemerintah yang katanya kurang peduli dengan masyarakat khususnya golongan bawah (seperti saya). Tak kurang demo bergerilya menuntut harga BBM diturunkan. Tapi tahukah kamu, kalau permasalahan ini dapat disiasati. Bikinnya mudah dan harganya terjangkau. Bahannya bisa diperbaharui pula. Namanya Reaktor biogas.
Reaktor biogas adalah alat pembangkit gas yang dibuat dari kotoran ternak, penemunya adalah Andrias Wiji Setio Pamudji. Seorang lelaki yang berasal dari Desa Ngerendeng, kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Penemuan ini bermula kala ia masih kuliah di tingkat III di Jurusan Teknik Kimia Departemen Teknik Industri Institut Teknologi Bandung sekitar tahun 2000-an. Waktu itu ia meriset pembikinan reaktor biogas yang sederhana. Tapi dari yang sederhana inilah muncul sesuatu yang bisa dijadikan gas. Sebab sudah mengetahuinya, maka keingintahuannya semakin menggebu.
Kotoran ternak yang diperoleh dari tempat peternakan di masukkan kedalam jerigen berukuran lima meter kemudian ditutup dan tidak dicampur apapun. Setelah itu akan terjadi fermentasi alami yang kemudian kotoran ternak tersebut berubah menjadi gas.
Sebulan kemudian tutup jerigen dibuka dan lubang jerigen segera di beri plastik, kemudian Andreas menyoblos plasik tersebut dengan benda tajam dan keluarlah gas. Walhasil ketika disulut korek api langsung terbakar. Demi menyempurnakan karyanya ia membentuk reaktor dan penampung gas yang murah, kuat dan berkapasitas cukup apabila digunakan untuk keperluan rumah tangga.
Jerih payah Andrias terbayar tunai ketika ia membuat reaktor dari plastik dengan ketebalan 250 mikron serta menciptakan kompor untuk jenis gas metana. Kenapa yang dipilih sebagai penampungnya itu plastik dan bukan lainnya? Karena gas yang dihasilkan belum mampu dikemas dalam tabung. Gas kotoran sapi adalah jenis metana (CH4). Sementara gas yang dikemas dalam tabung merupakan gas yang bisa dicairkan, yang berasal dari butana (C4H10) dan pentana (C5H12).
Apabila gas bisa dicairkan, maka jumlah volume yang bisa ditampung jadi lebih banyak. Sayangnya metana belum bisa demikian. Temuan Andrias baru dipasarkannya tiga tahun kemudian, yaitu pada 9 April 2005. Padahal dua tahun sejak ditekuni, yaitu tahun 2002, karyanya pernah memenangkan lomba kreativitas mahasiswa yang diadakan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Reaktor biogas adalah alat pembangkit gas yang dibuat dari kotoran ternak, penemunya adalah Andrias Wiji Setio Pamudji. Seorang lelaki yang berasal dari Desa Ngerendeng, kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Penemuan ini bermula kala ia masih kuliah di tingkat III di Jurusan Teknik Kimia Departemen Teknik Industri Institut Teknologi Bandung sekitar tahun 2000-an. Waktu itu ia meriset pembikinan reaktor biogas yang sederhana. Tapi dari yang sederhana inilah muncul sesuatu yang bisa dijadikan gas. Sebab sudah mengetahuinya, maka keingintahuannya semakin menggebu.
Kotoran ternak yang diperoleh dari tempat peternakan di masukkan kedalam jerigen berukuran lima meter kemudian ditutup dan tidak dicampur apapun. Setelah itu akan terjadi fermentasi alami yang kemudian kotoran ternak tersebut berubah menjadi gas.
Sebulan kemudian tutup jerigen dibuka dan lubang jerigen segera di beri plastik, kemudian Andreas menyoblos plasik tersebut dengan benda tajam dan keluarlah gas. Walhasil ketika disulut korek api langsung terbakar. Demi menyempurnakan karyanya ia membentuk reaktor dan penampung gas yang murah, kuat dan berkapasitas cukup apabila digunakan untuk keperluan rumah tangga.
Jerih payah Andrias terbayar tunai ketika ia membuat reaktor dari plastik dengan ketebalan 250 mikron serta menciptakan kompor untuk jenis gas metana. Kenapa yang dipilih sebagai penampungnya itu plastik dan bukan lainnya? Karena gas yang dihasilkan belum mampu dikemas dalam tabung. Gas kotoran sapi adalah jenis metana (CH4). Sementara gas yang dikemas dalam tabung merupakan gas yang bisa dicairkan, yang berasal dari butana (C4H10) dan pentana (C5H12).
Apabila gas bisa dicairkan, maka jumlah volume yang bisa ditampung jadi lebih banyak. Sayangnya metana belum bisa demikian. Temuan Andrias baru dipasarkannya tiga tahun kemudian, yaitu pada 9 April 2005. Padahal dua tahun sejak ditekuni, yaitu tahun 2002, karyanya pernah memenangkan lomba kreativitas mahasiswa yang diadakan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.